JENDELA HUKUM[] Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy, S.H, M.A atau yang lebih
dikenal dengan nama J.E. Sahetapy (lahir di Saparua, Maluku, 6 Juni1932; umur 84
tahun) adalah seorang pakar hukum Indonesia. Ia juga merupakan guru besar dalam
ilmu hukum di Universitas Airlangga, Surabaya. Kedua orang tuanya berpisah
ketika Jacobus masih kecil karena ayahnya suka main judi. Setelah 12 tahun
berpisah, ibunya menikah kembali dengan W.A. Lokollo. Saat ini Jacobus menjabat
sebagai Ketua Dewan Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Petra (YPTK Petra)
sejak tahun 1986 yang menaungi Universitas Kristen Petra di Surabaya.
Masa kecil
Jacobus menempuh pendidikan dasarnya di sekolah dasar ibunya sendiri, yaitu
Particuliere Saparuasche School. Dari ibunya, ia belajar banyak tentang
nasionalisme dan perjuangan membela rakyat kecil. Pada usia sekitar 10 tahun,
sekolah-sekolah ditutup karena tentara Jepang menyerang Hindia Belanda. Sahetapy
baru bisa menyelesaikan sekolahnya pada 1947 setelah Indonesia merdeka. Ia
melanjutkan pelajarannya di sekolah menengah dengan kurikulum empat tahun. Namun
kembali pendidikannya diganggu oleh gejolak politik setempat yang ditimbulkan
oleh diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS). Karena itu, Sahetapy pun
memutuskan untuk meninggalkan Maluku dan bergabung dengan kakaknya, A.J.
Tuhusula-Sahetapy yang sudah lebih dahulu tinggal di Surabaya. Di kota itulah ia
menamatkan pendidikan SMAnya.
Belajar Hukum
Setamat SMA, Sahetapy ingin
melanjutkan pendidikannya di Akademi Dinas Luar Negeri, sebuah program
pendidikan kedinasan yang dikelola oleh Departemen Luar Negeri untuk para calon
diplomat. Ia juga sempat mendapatkan tawaran untuk belajar di seminari untuk
menjadi pendeta. Namun keduanya itu ditentang oleh ibunya. Akhirnya Sahetapy
memutuskan untuk masuk ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada di Surabaya,
yang kelak menjadi Fak. Hukum Universitas Airlangga. Di bangku kuliah, Sahetapy
tergolong mahasiswa yang cerdas. Ia juga fasih berbahasa Belanda, sebuah modal
yang penting untuk belajar ilmu hukum di Indonesia. Karena itu, ia kemudian
diangkat menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Hukum Perdata. Bahkan setelah
selesai kuliahnya, ia ditawari untuk melanjutkan studinya di Amerika Serikat.
Kesempatan ini diterimanya, dan dalam dua tahun ia menyelesaikan program studi
magisternya dalam bidang Hubungan Bisnis dan Industri dari Universitas Negeri
Utah di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, lalu kembali ke Indonesia.
Menganggur
Sekembalinya dari Amerika Serikat, oleh pihak kiri ia dikenai tuduhan
sebagai mata-mata Amerika. Karena itu ia tidak diizinkan mengajar. Setelah PKI
tersingkir, ia pun tidak langsung mengajar karena munculnya tuduhan-tuduhan
lain. Namun semua itu tidak membuatnya putus asa, bahkan ia semakin bertekad
untuk membela rakyat kecil. Setelah lama menganggur, ia akhirnya boleh mengajar
dan pada 1979 ia terpilih menjadi dekan Fakultas Hukum di alma maternya. Ia
mengambil gelar doktor dan menulis disertasi dengan judul "Ancaman Pidana Mati
Terhadap Pembunuhan Berencana". Aktivitas di masyarakat Sahetapy tidak hanya
mengajar di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, tetapi juga di berbagai tempat
lainnya seperti di Program Pasca Sarjana Hukum Universitas Indonesia dan
Universitas Diponegoro. Ia juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Yayasan
Perguruan Tinggi Kristen Petra. Sahetapy juga sempat mengikuti pendidikan hingga
selesai pada 1993 di Institut Alkitab Tiranus, Bandung, Jawa Barat. Pada tahun
1963, ia ikut mendirikan sebuah universitas swasta di Surabaya, yaitu
Universitas Kristen Petra dan menjabat sebagai Rektor Universitas Kristen Petra
Surabaya dari tahun 1966-1969. Selain itu ia juga pernah menjadi seorang
birokrat, yaitu sebagai anggota Badan Pemerintahan Harian Provinsi Jawa Timur,
dan asisten Gubernur Jawa Timur, Mohammad Noer. Bersamaan dengan gelombang
reformasi di Indonesia, Sahetapy pun ikut terjun ke dalam politik dan menjadi
anggota Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P). Ia menjadi anggota
DPR/MPR mewakili partainya. Selain itu, Sahetapy juga menduduki sejumlah posisi
penting, seperti Ketua Komisi Hukum Nasional R.I. (sejak 2000), Ketua Forum
Pengkajian HAM dan Demokrasi Indonesia, Surabaya, 1999, Anggota BP MPR RI,
Anggota Komisi II (Hukum dan Dalam Negeri) DPR RI, Anggota Panitia Ad Hoc I
(Amendemen UUD 1945) MPR RI, Anggota Sub Komisi Bidang Hukum DPR RI dan Anggota
Badan Legislatif DPR RI.
Keluarga
Sahetapy menikah dengan seorang gadis dari
Jawa yang bernama Lestari Rahayu Lahenda yang juga seorang sarjana hukum dan
dosen. Mereka dikarunia tiga orang anak perempuan, yaitu Elfina Lebrine (lahir
1969), lulusan program S2 dari Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda,
Athilda Henriete (lahir 1971), lulusan S2 Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang, dan Wilma Laura (lahir 1979), lulusan Fakultas Sastra Universitas Kristen
Petra, Surabaya, dan S2 dari Fak. Hukum Universitas Surabaya. Mereka juga
mempunyai seorang anak angkat, Kezia (lahir 1992), yang saat ini masih studi di
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Pendidikan
- Institut Alkitab Tiranus, Bandung, 1993.
- Penataran P4 Tingkat Nasional, Jakarta, 1979.
- S3 Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1978.
- S2 Business and Industrial Relations, University of Utah, Salt Lake City, USA, 1962.
- S1 Fakultas Hukum Jurusan Kepidanaan Universitas Airlangga, Surabaya, 1959.
- SMA 2/1, Surabaya, 1954.
- SM (Kurikulum 4 tahun), Saparua, 1951.
- Sekolah Rakyat, Saparua (1947).
- Particuliere Saparuasche School (SD Swasta Bahasa Belanda), Saparua, 1942.
Riwayat jabatan
- Ketua Dewan Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Petra Surabaya (1986-Sekarang)
- Ketua Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (2000-2014)
- Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Fraksi PDI-P (1999-2004)
- Rektor Universitas Kristen Petra Surabaya (1966-1969)
Kritik-kritiknya pandangannya terhadap hukum dan politik di Indonesia terkadang
sangat pedas. Menurutnya politik sekarang sudah tidak mempunyai moral dan etika
sehingga dapat menjerumuskan bangsa ini. Demikian biografi J.E Sahetapy seorang
pakar hukum Pidana Indonesia. Semoga sifat kritisnya dapat menjadi inspirasi
kita untuk menjadi orang yang lebih baik.
0 Comments